Sejalan dengan fungsinya
sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah
berhasil pula menjalankan fungsinya sebagai alat pengungkapan perasaan. Kalau
beberapa tahun yang lalu masih ada orang yang berpandangan bahwa bahasa
Indonesia belum sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang halus, sekarang
dapat dilihat kenyataan bahwa seni sastra dan seni drama, baik yang dituliskan
maupun yang dilisankan, telah berkembang demikian pesatnya. Hal ini menunjukkan
bahwa nuansa perasaan betapa pun halusnya dapat diungkapkan secara jelas dan
sempurna dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kenyataan ini tentulah dapat
menambah tebalnya rasa kesetiaan kepada bahasa Indonesia dan rasa kebanggaan
akan kemampuan bahasa Indonesia.
Dengan berlakunya Undang-undang Dasar 1945, bertambah pula
kedudukan bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam segala
upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis.
Dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan-peraturan, dan surat-menyurat yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya ditulis dalam
bahasa Indonesia. Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa
Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi komunikasi internasional
(antarbangsa dan antarnegara), kadang-kadang pidato kenegaraan ditulis dan
diucapkan dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Warga masyarakat pun
dalam kegiatan yang berhubungan dengan upacara dan peristiwa kenegaraan harus
menggunakan bahasa Indonesia. Untuk melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara,
bahasa perlu senantiasa dibina dan dikembangkan. Penguasaan bahasa Indonesia
perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan dalam pengembangan
ketenagaan, baik dalam penerimaan karyawan atau pagawai baru, kenaikan pangkat,
maupun pemberian tugas atau jabatan tertentu pada seseorang. Fungsi ini harus
diperjelas dalam pelaksanaannya sehingga dapat menambah kewibawaan bahasa
Indonesia.
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi,
bahasa Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara
pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja dipakai sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat perhubungan formal
pemerintahan dan kegiatan atau peristiwa formal lainnya. Misalnya,
surat-menyurat antarinstansi pemerintahan, penataran para pegawai pemerintahan,
lokakarya masalah pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau pagawai ke
instansi pemerintah. Dengan kata lain, apabila pokok persoalan yang dibicarakan
menyangkut masalah nasional dan dalam situasi formal, berkecenderungan
menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi, di antara pelaku komunikasi tersebut
terdapat jarak sosial yang cukup jauh,misalnya antara bawahan – atasan,
mahasiswa – dosen, kepala dinas – bupati atau walikota, kepala desa – camat,
dan sebagainya.
Akibat pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal
36, UUD 1945, bahasa Indonesia pun kemudian berkedudukan sebagai bahasa budaya
dan bahasa ilmu. Di samping sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam
hubungannya sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat
yang memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian
rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas sendiri, yang
membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini bahasa Indonesia dipergunakan
sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya nasional. Pada situasi
inilah bahasa Indonesia telah menjalankan kedudukannya sebagai bahasa budaya.
Di samping itu, dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuna dan teknologi (iptek) untuk
kepentingan pembangunan nasional. Penyebarluasan iptek dan pemanfaatannya
kepada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan negara dilakukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan penerjemahan buku-buku teks serta
penyajian pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga pendidikan untuk masyarakat
umum dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, masyarakat
Indonesia tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada bahasa-bahasa asing (bahasa
sumber) dalam usaha mengikuti perkembangan dan penerapan iptek. Pada tahap ini,
bahasa Indonesia bertambah perannya sebagai bahasa ilmu. Bahasa Indonesia oun
dipakai bangsa Indonesia sebagai alat untuk mengantar dan menyampaian ilmu
pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat pendidikan.
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman
kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di
seluruh Indonesia, kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan
bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa daerah boleh dipakai
sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai
dengan tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa
Indonesia. Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi (baik buku rujukan, karya
akhir mahasiswa – skripsi, tesis, disertasi, dan hasil atau laporan penelitian)
yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa bahasa
Indonesia telah mampu sebagai alat penyampaian iptek, dan sekaligus menepis
anggapan bahsa bahasa Indonesia belum mampu mewadahi konsep-konsep iptek.
Selain itu kita juga dapat mengupayakan agar
bahasa indonesia dapat dikenal banyak orang dan menjadi tuan rumah bagi idonesia
adalah melihat keadaan realita perfilman nasional saat ini, sangatlah wajar
apabila kita ajukan pertanyaan sejauh mana kesungguhan kita, dalam hal ini
lembaga perfilman nasional, pihak birokrat maupun instansi terkait, dalam
mengupayakan terwujudnya cita-cita menjadikan film nasional tuan rumah di
negeri sendiri? Mengapa dalam kenyataannya produksi film nasional dari hari ke
hari malah semakin kehilangan ruang gerak peredarannya, sehingga berdampak
terhadap menurunnya mutu film nasional, baik sebagai tontonan maupun tuntunan?
Untuk menjawab beberapa pertanyaan mendasar tersebut sebenarnya tidaklah
terlalu sulit, bila kita mau membahasnya dengan melihat secara kritis dengan
membuka secara gamblang seluk-beluk masalah distribusi/peredaran film di negeri
ini yang sudah terlanjur tidak sehat untuk persaingan sehat dalam industri
perfilman nasional. Dalam tulisan ini akan disampaikan mengenai berbagai usaha
yang telah dilakukan dalam upaya peningkatan mutu film nasional agar
mendapatkan tempat ditengah-tengah gencarnya gempuran film impor yang semakin
membuat film nasional tersisih dikalangan masyarakat. Selain itu, tulisan ini
juga akan membahas mengenai kendala utama yang selama ini menjadi penghambat
bagi kemajuan film nasional itu sendiri. Kendala tersebut antara lain berupa
regulasi dari birokrat yang sampai saat ini belum berpihak kepada film nasional
maupun kendala distribusi yang disinyalir sudah sejak lama dimonopoli oleh
salah satu kelompok yang dekat dengan kalangan elit negara ini.
Sumber :
http://gabygabrielabosch.blogspot.com/2011/04/pengaruh-bahasa-asing-dalam.html
http://www.scribd.com/doc/85061151/Menjadikan-Film-Nasional-Sebagai-Tuan-Rumah-di-Negeri-Sendiri-Cita-cita-Lama-yang-Belum-Bisa-Terealisasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Perfilman_Indonesia
Sumber :
http://gabygabrielabosch.blogspot.com/2011/04/pengaruh-bahasa-asing-dalam.html
http://www.scribd.com/doc/85061151/Menjadikan-Film-Nasional-Sebagai-Tuan-Rumah-di-Negeri-Sendiri-Cita-cita-Lama-yang-Belum-Bisa-Terealisasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Perfilman_Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar