Pengaruh
Bahasa Pergaulan Dalam Perkembangan Bahasa Indonesia
Bangga
menggunakan bahasa Indonesia merupakan wujud dari kecintaan terhadap tanah air
kita Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan itu sudah diatur
dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2009 pasal 25 tentang
bahasa. Pentingnya pengaturan dan penjelasan terhadap status bahasa Indonesia karena
bahasa Indonesia bukan hanya digunakan sebagai bahasa percakapan baik itu
formal atau nonformal melainkan juga sebagai bahasa ilmiah yang berpengaruh
besar terhadap pembangunan nasional.
Sebagai
sarana komunikasi, bahasa Indonesia mempunyai peran untuk menyampaikan
informasi. Peran sebagai penyampai informasi ini menuntut agar bahasa Indonesia
itu digunakan dengan baik dan benar. Hal ini cukup mendasar karena bahasa
Indonesia diharapkan mampu sejajar dengan bahasa internasional.
Berdasarkan
penggunaannya bahasa Indonesia dibagi menjadi ragam lisan dan tulisan. Kemudian
ragam baku dan nonbaku. Semuanya itu digunakan bergantung pada situasi dan
tempat juga dengan siapa bahsa Indonesia itu digunakan. Dalam kondisi tertentu,
seperti situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi
prioritas utama. pada situasi seperti ini bahasa yang digunakan adalah bahasa
yang baku. Penggunaan bahasa sesuai konteks akan sesuai dengan kaidah
penggunaan bahasa. Apabila bahasa baku digunakan dalam situasi santai maka
tidak sesuai dengan kaidah penggunaan bahasa.
Bahasa
Indonesia sejatinya mengalami perkembangan. Dari segi usia bahasa Indonesia
masih tergolong bahasa muda. Ditetapkan sebagai bahasa nasional dalam kongtes
pemuda tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan.
Boleh dikatakan bahasa Indonesia dewasa ini bukanlah murni lagi bahasa Melayu
khususnya melayu Riau, melainkan bahasa baru. Bahasa Indonesia dikatakan bahasa
baru kerena dari segi struktur bahasa maupun kosakata telah mengalami
perubahan. Bahasa Indonesia mengalami penyempurnaan dengan penggunaan
kosakata-kosakata dari bahasa daerah dan bahasa asing. Total ada kurang lebih
357.000 kosakata bahasa asing yang menjadi bahasa Indonesia.
Contoh
Kasus : BAHASA GAUL (PROKEM)
Bahasa prokem
adalah ragam bahasa Indonesia nonstandar yang lazim digunakan di Jakarta pada
tahun 1970-an yang kemudian digantikan oleh ragam yang disebut sebagai bahasa
gaul (Wikipedia). Berdasarkan sejarahnya bahasa ini adalah bahasa sandi yang
digunakan oleh anak jalanan atau preman/prokem (pr+OK+em+an= prokem; dua fonem
terakhir dihilangkan). Bahasa gaul (prokem) mengawali popularitasnya pada tahun
1998 (Ajip Rosidi). Ternyata seiring perkembangannya bahasa para prokem ini
menjadi bahasa pergaulan yang penyebarannya sulit untuk dibendung.
Bahasa gaul
(prokem) bagi bahasa Indonesia jelas menjadi ancaman yang besar. Bisa dilihat
penggunaan bahasa gaul (prokem) ini telah mengalahkan popularitas bahasa
Indonesia. Dewasa ini media elektronik seperti televisi semakin mendukung
penyebaran dan penggunaan bahasa gaul. Mulai dari industri periklanan,
sinetron, industri perfilman, semuanya gencar menggunakan bahasa gaul.
Satu diantara
banyak jalan keluar adalah pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah harus lebih
memadai. Materi pembelajaran bahasa Indonesia harus mempunyai prioritas yang
utama. Tujuan pokok belajar bahasa Indonesia harus diterapkan. Selain itu, yang
perlu menjadi perhatian adalah bagaimana menarik minat baca peserta didik
terhadap buku-buku bahasa dan sastra Indonesia. Karena dengan itu niscaya
perkembangan bahasa gaul dapat dibendung. Harus ada sinkronisasi dan kerjasama
berbagai pihak entah itu akademisi, pelajar, pejabat pemerintah, serta lembaga
terkait agar penggunaan bahasa Indonesia mencapai entitas utamanya. Kuncinya
adalah penting untuk setiap rakyat Indonesia untuk memiliki kecintaan terhadap
bahasa Indonesia.
Peranan
Bahasa Indonesia Dalam Era Globalisasi
Era globalisasi akan
menyentuh semua aspek kehidupan, termasuk bahasa. Bahasa yang semakin global
dipakai oleh semua bangsa di dunia ialah bahasa Inggris, yang pemakainya lebih
dari satu miliar. Akan tetapi, sama hanya denga bidang-bidang kehidupan laian,
sebagaimana dikemukakan oleh Naisbii (1991) dalam bukunya Global Paradox, akan
terjadi paradoks-paradoks dalam berbagai komponen kehidupan, termasuk bahasa. Bahasa
Inggris, misalnya, walaupun pemakainya semakin besar sebagai bahasa kedua,
masyarakat suatu negara akan semakin kuat juga memempertahankan bahasa ibunya.
Di Islandia, sebuah negara kecil di Erpa, yang jumlah penduduknya sekitar
250.000 orang, walaupun mereka dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan
bahasa Inggris seabagai bahasa kedua, negara ini masih mempertahankan kemurnian
bahasa pertamanya dari pengaruh bahasa Inggris. Di Kubekistan (Guebec), yang
salama ini peraturan di negara bagian ini mewajibkan penggunaan bahasa Perancis
untuk semua papan nama, sekarang diganti dengan bahasa sendiri. Demikian juga
negara-negara pecahan Rusia seperti Ukraina, Lithuania, Estonia (yang
memisahkan diri dari Rusia) telah menggantikan semua papan nama di negara tersebut
yang selama itu menggunakan bahasa Rusia.
Dalam menghadapi era
global saat ini, tampaknya kita harus berbenah untuk menghadapi berbagai
fenomena yang terjadi. Tujuan pembelajaran bahasa yang mengarah pada penggunaan
bahasa perlu mendapat pencermatan kita. Saat ini perhatian para guru bahasa
Indonesia tertuju pada upaya menerampilkan siswa dalam penggunaan bahasa
Indonesia. Pertanyaan kritis untuk kondisi seperti itu adalah apakah kita akan
berhenti melakukan upaya dalam pembelajaran bahasa manakalah para siswa
terampil menggunakan bahasa.
Diperlukan juga
pikiran-pikiran kritis dan kreatif. Kemampuan berpikir tersebut perlu mendapat
perhatian para pendidik, termasuk guru bahasa Indonesia. Untuk itu,
pembelajaran bahasa Indonesia saat ini tidak sekadar mencapai keterampilan
berbahasa Indonesia, tetapi juga mengarah pada peningkatan kemampuan berpikir
tersebut. Dengan kata lain, sudah saatnya kita bertanya diri apa yang bisa kita
berikan untuk menjadikan siswa berpikir kritis dan kreatif melalui pembelajaran
bahasa Indonesia.
1.1
Faktor
Penghambat dan Pendukung.
Pembelajaran
bahasa Indonesia saat ini, belum menuju pada pembentukan kedua pola berpikir
tersebut. Para guru masih sibuk memikirkan pencapaian berbagai kompetensi yang
dituntut KTSP sehingga pembelajaran yang berlangsung belum menembus hakikat
pembentukan pola berpikir. Agar pembelajaran bahasa Indonesia masuk ke zona
pembentukan pola berpikir, teknik-teknik pembelajarannya perlu dikokohkan.
Armstrong (2009:vii) menyatakan bahwa sarana berpikir kreatif membantu
menyatukan fungsi hemisfer kanan –kiri, memperkuat, dan mengintegrasikan proses
berpikir secara serempak, tetapi bertahap. Lebih lanjut Armstrong menawarkan
teknik pembelajaran melalui solusi seluruh otak (The Whole –Brain Solution).
Dalam
hal memahami unsur intrinsik, kepahaman para siswa bukan hanya sebatas
menemukan unsur intrinsik, melainkan juga diajak untuk menembus batas-batasnya
sehingga diperlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatifnya. Dalam hal
memahami unsur ekstrinsik, para siswa diajak untuk mampu melihat nilai-nilai
yang terkandung di dalam karya sastra sehingga mereka dapat memberikan
pertimbangan mengenai kualitas kehidupan manusia.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar