Minggu, 21 Oktober 2012

Peranan Bahasa Indonesia Dalam Era Globalisasi



Pengaruh Bahasa Pergaulan Dalam Perkembangan Bahasa Indonesia

Bangga menggunakan bahasa Indonesia merupakan wujud dari kecintaan terhadap tanah air kita Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan itu sudah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2009 pasal 25 tentang bahasa. Pentingnya pengaturan dan penjelasan terhadap status bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia bukan hanya digunakan sebagai bahasa percakapan baik itu formal atau nonformal melainkan juga sebagai bahasa ilmiah yang berpengaruh besar terhadap pembangunan nasional.
Sebagai sarana komunikasi, bahasa Indonesia mempunyai peran untuk menyampaikan informasi. Peran sebagai penyampai informasi ini menuntut agar bahasa Indonesia itu digunakan dengan baik dan benar. Hal ini cukup mendasar karena bahasa Indonesia diharapkan mampu sejajar dengan bahasa internasional.
Berdasarkan penggunaannya bahasa Indonesia dibagi menjadi ragam lisan dan tulisan. Kemudian ragam baku dan nonbaku. Semuanya itu digunakan bergantung pada situasi dan tempat juga dengan siapa bahsa Indonesia itu digunakan. Dalam kondisi tertentu, seperti situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi prioritas utama. pada situasi seperti ini bahasa yang digunakan adalah bahasa yang baku. Penggunaan bahasa sesuai konteks akan sesuai dengan kaidah penggunaan bahasa. Apabila bahasa baku digunakan dalam situasi santai maka tidak sesuai dengan kaidah penggunaan bahasa.
Bahasa Indonesia sejatinya mengalami perkembangan. Dari segi usia bahasa Indonesia masih tergolong bahasa muda. Ditetapkan sebagai bahasa nasional dalam kongtes pemuda tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan. Boleh dikatakan bahasa Indonesia dewasa ini bukanlah murni lagi bahasa Melayu khususnya melayu Riau, melainkan bahasa baru. Bahasa Indonesia dikatakan bahasa baru kerena dari segi struktur bahasa maupun kosakata telah mengalami perubahan. Bahasa Indonesia mengalami penyempurnaan dengan penggunaan kosakata-kosakata dari bahasa daerah dan bahasa asing. Total ada kurang lebih 357.000 kosakata bahasa asing yang menjadi bahasa Indonesia.

Contoh Kasus : BAHASA GAUL (PROKEM)

Bahasa prokem adalah ragam bahasa Indonesia nonstandar yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1970-an yang kemudian digantikan oleh ragam yang disebut sebagai bahasa gaul (Wikipedia). Berdasarkan sejarahnya bahasa ini adalah bahasa sandi yang digunakan oleh anak jalanan atau preman/prokem (pr+OK+em+an= prokem; dua fonem terakhir dihilangkan). Bahasa gaul (prokem) mengawali popularitasnya pada tahun 1998 (Ajip Rosidi). Ternyata seiring perkembangannya bahasa para prokem ini menjadi bahasa pergaulan yang penyebarannya sulit untuk dibendung.
Bahasa gaul (prokem) bagi bahasa Indonesia jelas menjadi ancaman yang besar. Bisa dilihat penggunaan bahasa gaul (prokem) ini telah mengalahkan popularitas bahasa Indonesia. Dewasa ini media elektronik seperti televisi semakin mendukung penyebaran dan penggunaan bahasa gaul. Mulai dari industri periklanan, sinetron, industri perfilman, semuanya gencar menggunakan bahasa gaul.
Satu diantara banyak jalan keluar adalah pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah harus lebih memadai. Materi pembelajaran bahasa Indonesia harus mempunyai prioritas yang utama. Tujuan pokok belajar bahasa Indonesia harus diterapkan. Selain itu, yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana menarik minat baca peserta didik terhadap buku-buku bahasa dan sastra Indonesia. Karena dengan itu niscaya perkembangan bahasa gaul dapat dibendung. Harus ada sinkronisasi dan kerjasama berbagai pihak entah itu akademisi, pelajar, pejabat pemerintah, serta lembaga terkait agar penggunaan bahasa Indonesia mencapai entitas utamanya. Kuncinya adalah penting untuk setiap rakyat Indonesia untuk memiliki kecintaan terhadap bahasa Indonesia.
Peranan Bahasa Indonesia Dalam Era Globalisasi

Era globalisasi akan menyentuh semua aspek kehidupan, termasuk bahasa. Bahasa yang semakin global dipakai oleh semua bangsa di dunia ialah bahasa Inggris, yang pemakainya lebih dari satu miliar. Akan tetapi, sama hanya denga bidang-bidang kehidupan laian, sebagaimana dikemukakan oleh Naisbii (1991) dalam bukunya Global Paradox, akan terjadi paradoks-paradoks dalam berbagai komponen kehidupan, termasuk bahasa. Bahasa Inggris, misalnya, walaupun pemakainya semakin besar sebagai bahasa kedua, masyarakat suatu negara akan semakin kuat juga memempertahankan bahasa ibunya. Di Islandia, sebuah negara kecil di Erpa, yang jumlah penduduknya sekitar 250.000 orang, walaupun mereka dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Inggris seabagai bahasa kedua, negara ini masih mempertahankan kemurnian bahasa pertamanya dari pengaruh bahasa Inggris. Di Kubekistan (Guebec), yang salama ini peraturan di negara bagian ini mewajibkan penggunaan bahasa Perancis untuk semua papan nama, sekarang diganti dengan bahasa sendiri. Demikian juga negara-negara pecahan Rusia seperti Ukraina, Lithuania, Estonia (yang memisahkan diri dari Rusia) telah menggantikan semua papan nama di negara tersebut yang selama itu menggunakan bahasa Rusia.
Dalam menghadapi era global saat ini, tampaknya kita harus berbenah untuk menghadapi berbagai fenomena yang terjadi. Tujuan pembelajaran bahasa yang mengarah pada penggunaan bahasa perlu mendapat pencermatan kita. Saat ini perhatian para guru bahasa Indonesia tertuju pada upaya menerampilkan siswa dalam penggunaan bahasa Indonesia. Pertanyaan kritis untuk kondisi seperti itu adalah apakah kita akan berhenti melakukan upaya dalam pembelajaran bahasa manakalah para siswa terampil menggunakan bahasa.
Diperlukan juga pikiran-pikiran kritis dan kreatif. Kemampuan berpikir tersebut perlu mendapat perhatian para pendidik, termasuk guru bahasa Indonesia. Untuk itu, pembelajaran bahasa Indonesia saat ini tidak sekadar mencapai keterampilan berbahasa Indonesia, tetapi juga mengarah pada peningkatan kemampuan berpikir tersebut. Dengan kata lain, sudah saatnya kita bertanya diri apa yang bisa kita berikan untuk menjadikan siswa berpikir kritis dan kreatif melalui pembelajaran bahasa Indonesia.

1.1   Faktor Penghambat dan Pendukung.
Pembelajaran bahasa Indonesia saat ini, belum menuju pada pembentukan kedua pola berpikir tersebut. Para guru masih sibuk memikirkan pencapaian berbagai kompetensi yang dituntut KTSP sehingga pembelajaran yang berlangsung belum menembus hakikat pembentukan pola berpikir. Agar pembelajaran bahasa Indonesia masuk ke zona pembentukan pola berpikir, teknik-teknik pembelajarannya perlu dikokohkan. Armstrong (2009:vii) menyatakan bahwa sarana berpikir kreatif membantu menyatukan fungsi hemisfer kanan –kiri, memperkuat, dan mengintegrasikan proses berpikir secara serempak, tetapi bertahap. Lebih lanjut Armstrong menawarkan teknik pembelajaran melalui solusi seluruh otak (The Whole –Brain Solution).
Dalam hal memahami unsur intrinsik, kepahaman para siswa bukan hanya sebatas menemukan unsur intrinsik, melainkan juga diajak untuk menembus batas-batasnya sehingga diperlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatifnya. Dalam hal memahami unsur ekstrinsik, para siswa diajak untuk mampu melihat nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra sehingga mereka dapat memberikan pertimbangan mengenai kualitas kehidupan manusia.

Sumber :
-          Id.wikipedia.org
                       


Tidak ada komentar:

Posting Komentar